Oleh : Irjen Pol (P) DR H Anton Charliyan MPKN.
Pemahaman kita sebagai Bangsa Indonesia tentang boleh tidaknya mengucapkan Natal bagi yang beragama lain, khususnya umat muslim kepada saudara kita umat nasrani mungkin sudah selesai dan sepakat boleh, asal tidak merubah akidah.
Hal ini tentunya dalam rangka Habluminanas untuk ikut membahagiakan saudara saudara kita satu lingkungan sebagai sesama umat dan sebagai sesama Warga Negara indonesia, sebagaimana disampaikan salah satu Ahli Tafsir Kitab Al Quran dan Hadist Internasional, Prof Dr Kh Qurais Shihab.
Tapi bagaimana dengan pemahaman anggota masyarakat muslim yang lain?
Tentunya belum semua sepakat dan seirama, masih banyak yang ragu dan rancu, terutama dari kelompok-kelompok Islam garis keras yang cenderung intoleran bahkan ada yang bersikap radikal mengharamkannya, karena menganggap dengan mengucapkan Natal katanya sama dengan mengakui Nabi Isa Almasih sebagai anak Allah yang sudah tentu sangat ditentang oleh faham Islam radikal, padahal jika hanya menyampaikan ucapan selamat saja, untuk ikut membahagiakan mereka, tidak berarti meyakini akidah agama lain, sama halnya ketika kita mengucapkan selamat hari kemerdekaan kepada negara komunis atau negara liberal kan tidak berarti kita jadi seorang komunis atau liberal, demikian juga ketika kita mengucapkan hari Nyepi kepada umat Hindu atau Imlek kepada umat Khonghucu tidak berarti kita jadi Hindu dan Konghucu, sehingga tidak harus ditarik sejauh itu pemahamannya.
Seperti halnya yang disampaikan dengan jelas oleh Prof Dr Shihab, semua itu dilakukan hanya sekedar untuk habluminanas, untuk menjaga hubungan baik antar sesama dan menghargai ajarannya masing-masing.
Namun situasi itu memang sengaja dibuat sedemikian rupa, terutama oleh anasir anasir asing yang meminjam tangan kelompok kelompok Islam garis keras untuk bisa terus mengadu domba antar umat beragama, khususnya Islam x Kristen yang ada di Indonesia, karena Kristen merupakan agama terbesar kedua di Indonesia setelah Islam.
Demikian halnya jika agama Hindu yang terbesar kedua, pasti benturannya akan lebih besar dengan Hindu, seperti yang terjadi di perbatasan India, Suku Tamil dan lain lainnya. Karena biasanya, pola mereka akan membenturkan komunitas terbesar dengan komunitas lain yang dianggap kompetiternya yang juga besar dan militan, sehingga ketika mengucapkan hari Nyepi atau Imlek benturannya tidak sebesar Natal.
Demikian juga kalau menyangkut suku khususnya di pulau Jawa, Sunda x Jawa akan selalu dibenturkan karena Sunda merupakan suku terbesar kedua setelah Jawa di Indonesia.
Jika di Kalimantan sudah sering terjadi Dayak x Madura, di Sumatera pernah terjadi Melayu x Bali dan lain lainnya. Dan yang paling seksi benturannya, tentu saja yang menyangkut agama dan keyakinan.
Perlu untuk diketahui, Polemik atau pro dan kontra pengucapan Natal ini, hanya terjadi di Indonesia. Di negara lain baik di Afrika, Asia bahkan di Timur Tengah sendiri hampir tidak ada kecuali di Palestina, tapi itu bukan menyangkut akidah melainkannmenyangkut perebutan wilayah yang dikaitkan dengan isu agama.
Kalau masalah pengucapan Natal ini, ada juga di Asia Tenggara, tapi itu pun relatif sangat kecil sekali gelombang pusarannya, namun lain sekali dengan yang terjadi di Indonesia, pusaran anginnya tersebut kontinu dan besar sekali, dan senantiasa muncul setiap tahun di setiap Natal dan Tahun Baru seperti sebuah isu peliharaan yang memang sengaja harus dimunculkan.
Seperti dulu di tahun 2016 muncul di Bandung, dan baru-baru ini tahun 2022 muncul di Lebak Banten, bahkan jika dilihat lagi rekam jejak ke belakang banyak sekali muncul yang lebih dari itu, yakni sikap sikap Intoleran yang sudah mengarah pada sikap sikap radikal sampai kepada aksi terorisme, yang jelas jelas diarahkan agar terjadi sentimen agama yang ekstrim, seperti pelarangan ibadah Natal, saat ibadah gereja digeruduk, gereja diserang dilempari, sampai kepada aksi terorisme pengrusakan dan pemboman gereja itu sendiri (seperti kejadian di Malang Jatim, di Sulawesi, Poso, Maluku, dan lainnya).
Kita bisa melihat pola-pola aksi tersebut, dan sudah banyak diungkap oleh Tim Densus 88 Polri, bahwa terbukti adanya campur tangan asing dan jaringan internasional di dalam gerakan aksi-aksi terorisme dan radikalisme yang terjadi di negara kita tersebut seperti keterlibatan ISIS, Hizbul Tahrir, Jamaah Islamiah, Ikhwanul Muslimin, Taliban, Mujahidin, dan lainnya.
Ternyata markas besarnya ada di Eropa/Inggris. Jika gerakan yang mengatasnamakan Islam secara murni seyogyanya markasnya harus ada di negara Islam itu sendiri, tapi ini justru berada di negara lain di luar mayoritas muslim, di sini kita harus bisa berpikir cerdas, artinya semua ini murni bukan gerakan agama, tapi merupakan gerakan politik, ikut campurnya grand design asing yang meminjam tangan agama, berkedok dan berjubah agama, sebagai isu yang memang paling seksi di negara yang dikenal sebagai penganut muslim terbesar di dunia, yang memang tidak menginginkan negara Indonesia yang maha kaya raya ini maju dan modern.
Ingat, Indonesia jadi negara terjajah bukan karena kekuatan senjata yang hebat dari para kolonialisme, tapi terlebih karena keberhasilan politik adu domba Devide et Impera dari pihak mereka yang ingin menguasai sumber daya alam yang ada di tanah air kita.
Konsep tersebut sampai saat ini masih sangat efektif mereka gunakan, dalam setiap waktu, setiap objek, dan di setiap kesempatan apapun yang akan dijadikan momen untuk terus memecah belah dan memporakporandakan negara kita tercinta Indonesia, agar aset aset penting negara kita bisa dikuasai mereka, melalui kelompok-kelompok binaannya yang sudah ditanam di negara kita sejak lama.
Hal ini bisa dibuktikan saat kejatuhan Orba bung Karno maupun Orla pak Harto karena mereka mereka semua dianggap sudah tidak sejalan dengan kepentingan kepentingannya, maka dari itu kepada saudaraku tercinta agar menyadari semua yang terjadi ini dan betul-betul menjadi catatan untuk lebih mewaspadainya, jangan sampai kita semua terjebak dengan siasat busuk asing, yang senantiasa terus mengadu domba sesama anak bangsa,
Jangan sampai juga, dan yang terparah jangan sampai kita malah menjadi salah satu bagian pelaku dari skenario besar yang mereka buat, karena jika kita lemah dan terpecah maka dengan leluasa mereka akan menguras seluruh sumber daya alam kita sebagaimana yang sudah terjadi di Lybia, Suriah, Yaman, Iraq, Afganistan dan lainnya.
Maka demi menjaga keutuhan NKRI, hilangkan segala bentuk kepentingan, baik politik, iedologi, sosial, ekonomi, budaya dan lain lain terutama yang menyangkut masalah agama dan kepercayaan yang merupakan hal paling sensitif yang bisa diledakkan setiap saat.
Maka dari itu tidak bosan-bosannya kita saling mengingatkan hal yang sebetulnya sudah sangat basi ini, agar kita semua harus tetap bergandeng tangan, bila tidak ingin Indonesia ini hancur terkotak-kotak karena beribu-ribu kepentingan yang berlainan, baik internal terutama external (asing). Jangan sampai Bhineka Tunggal Ika ini hanya sebagai sebuah slogan kosong belaka, berbeda-beda, tapi kita harus tetap satu.
Jangan malah selalu jadi ajang empuk adu domba devide et impera asing, mulai dari hal yang sepele pengucapan Natal sampai kepada pelarangan beribadah dan mendirikikan rumah ibadah bagi agama agama yang dianggap minoritas.
Penulis adalah Ketua Dewan Pembina DPP PJS
Discussion about this post