RAMNews.id – Dalam rangka peringatan Hari Pohon Sedunia jatuh pada tanggal 21 November 2021, Gerakan Suara Tuntutan Rakyat (GESTUR) Jambi melakukan aksi turun ke jalan dengan cara long march dari Universitas Batanghari Jambi menuju Simpang BI (Bank Indonesia), Telanaipura, Kota Jambi, Kamis (25/11/2021).
Dalam press release yang diterima media ini, GESTUR Jambi menyampaikan bahwa tutupan hutan Provinsi Jambi saat ini hanya ±18 % dari luasan Provinsi Jambi. Hal ini disebabkan oleh deforestasi dan juga perubahan fungsi kawasan hutan menjadi kawasan Industri ekstraktif seperti pertambangan, perkebunan sawit, perkebunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan lain-lain.
Aktifitas Industri saat ini memperparah kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari. Hal ini disebabkan oleh perubahan fungsi sungai dari sumber kehidupan menjadi tempat pembuangan limbah.
“Selain aktifitas pembuangan limbah perusahaan, Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) saat ini semakin masif, pada tahun 2020 tercatat seluas ±34.000 Ha pembukaan lahan untuk penambangan ilegal yang menyebabkan kondisi sungai semakin memprihatinkan dan tidak dapat dimanfaatkan, apalagi dikonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari,” kata Ismet Raja, tengah malam saat orasi di Simpang BI.
Buruknya kondisi Sungai Batanghari diperkuat oleh hasil pemeriksaan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jambi, dari 12 titik sample air sungai yang rutin diuji, yaitu di Desa Sanggaran, Muara Emat, Pulau Pandan, Batu Kucing, Gunung Kembang Sarolangun, Tanjung Gedang, Muaro Kuamang, Mangun Jayo, Teluk Singkawang, Tua Peninjauan, Pasar Muara Tembesi, dan Kelurahan Pasar Bangko. Terjadinya penurunan Indeks kualitas air Sungai Batanghari dari tahun ke tahun, di 2018 poin indeks kualitas air Batanghari berada di 67,5 poin. Kemudian 2020 51,6 poin. 2021 hasilnya turun menjadi 50 poin.
Buruknya tata kelola, perizinan, dan juga pengawasan terhadap perusahaan maupun pelaku penambangan ilegal masih menjadi tugas yang belum terselesaikan. Setidak sampai di tahun 2021 masih terdapat 156 konflik yang terjadi antara perusahaan dan masyarakat dan ratusan titik PETI yang tersebar di Provinsi Jambi. Hal ini menjadi catatan penting untuk pemerintah dalam menyikapi permasalahan tersebut.
Sementara itu, Bani Hasan, dari Front mahasiswa Nasional (FMN) mengatakan, bahwa akar persoalan dari kerusakan lingkungam yang terjadi hari ini adalah sistem monopoli tanah yang dilakukan perusahaan besar dan tuan tanah di berbagai daerah di Indonesia.
“Kita tahu bahwa hari ini lahan dan hutan di Indonesia sebagian besat dikuasai oleh perusahaan-perusahan besar milik segelintir orang. Sementara petani kita banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan karena tidak memiliki lahan untuk bercocok tanam,” jelasnya.
Melihat permasalahan di atas, GESTUR Jambi menuntut Pemerintah Provinsi Jambi untuk mengembalikan fungsi Sungai Batanghari yang menjadi urat nadi peradaban. Selain itu, dalam momentum ini mereka juga juga menuntut tegas atas kebijakan-kebijakan yang tidak pro kepada rakyat dan keberlanjutan lingkungan serta perampasan .
“Hentikan perampasan tanah rakyat, penegakan hukum secara tegas terhadap pelaku pembuangan limbah ataupun sampah baik itu di Sungai maupun bantaran Sungai Batanghari, menolak solusi palsu pemerintah dalam menyikapi perubahan iklim. Serta wujudkan Reforma Agraria Sejati, ” kata koordinator lapangan, Dodi.
Selain itu juga mereka mendesak pemerintah untuk melakukan pemerataan implementasi Permendikbud No 30 Tahun 2021 terkait PPKS serta melakukan pengawasan di lingkungan Pendidikan, prioritaskan penyelamatan wilayah pesisir Provinsi Jambi.
Selanjutnya, meminta pemerintah menindak tegas perusahaan perusak lingkungan dan pelanggar HAM dan hentikan kriminalisasi terhadap petani, buruh, mahasisawa, aktivis dan pejuang lingkungan. Pemerataan upah buruh perempuan di seluruh sektor pekerjaan juga tidak luput dari tuntuan GESTUR Jambi pada aksi kali ini.(Ndi)
Discussion about this post